Kementerian Komunikasi dan Informatika menyatakan interkoneksi SMS berbasis biaya mulai diberlakukan pada 1 Juni nanti. Dengan
skema ini, SMS yang sebelumnya berdasarkan Sender Keep All (SKA) tidak
berlaku. Metode SKA biasanya dijadikan ajang promosi operator selular
untuk memberikan SMS gratis ke operator lain. Dengan demikian, operator pengirim pesan memperoleh pendapatan, sementara operator penerima mendapatkan trafik. Perubahan
skema menjadi berbasis biaya (costbased) ini merupakan tindak lanjut
dari Peraturan Menteri Kominfo No 08/PER/M.KOMINFO/02/2006 tentang
Interkoneksi yang menyebutkan penyelenggaraan interkoneksi harus
berdasarkan biaya. Selama ini interkoneksi layanan pesan
pendek atau SMS dilakukan dengan basis SKA dengan pertimbangan trafik
SMS antar penyelenggara akan berimbang karena adanya proses
balas-berbalas pengiriman SMS. »Namun dalam perkembangannya
terjadi ketidakseimbangan trafik sehingga penyelenggara yang
'kebanjiran' SMS dari penyelenggara lain merasa dirugikan,” kata Kepala
Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo Gatot S. Dewa Broto dalam
siaran pers, Sabtu, 26 Mei 2012. Selama ini penerapan skema
SKA kerap disalahgunakan, seperti munculnya SMS Broadcast, yaitu
penyebaran SMS ke banyak pengguna telepon seluler dan SMS spamming atau
SMS yang tidak diinginkan. Di sisi lain, sebagian masyarakat tidak
menyadari bahwa tarif murah dan gratis disertai dengan syarat dan atau
ketentuan tertentu.
Dalam penjelasannya, Gatot mengatakan biaya interkoneksi SMS mengikuti hasil perhitungan biaya interkoneksi tahun 2010, yaitu sebesar Rp 23 per SMS. Sedangkan tarif pungut yang menjadi beban konsumen adalah biaya interkoneksi ditambah beberapa komponen biaya lainnya. Perubahan ini, kata Gatot untuk menciptakan iklim yang sehat bagi industri telekomunikasi, terutama bagi jaringan yang digunakan untuk menyalurkan trafik SMS. Kebijakan ini diharapkan bisa mendorong pertumbuhan investasi dan pembangunan infrastruktur jaringan baru. Menurut Gatot kebijakan ini tidak menutup kompetisi bagi operator untuk memberikan layanan SMS dengan tarif murah. Namun, persaingan tersebut harus tetap berbasis biaya. Sebenarnya, pada April 2010 pemerintah telah melaranga layanan SMS gratis. Namun larangan tersebut tidak efektif karena dasar hukum yang dinilai lemah. Sekarang, tidak ada pilihan bagi operator. »Target waktu implementasi tidak dapat ditawar lagi,” kata Gatot. Sejak Desember 2011 lalu, pemerintah telah telah mengkaji berbagai komponen untuk berjalannya kebijakan SMS berbasis biaya ini, baik itu persiapan modifikasi storage, server, sistem billing , pengalokasikan dana untuk belanja modal (capex), dan sistem interkoneksi masing-masing operator.
Dalam penjelasannya, Gatot mengatakan biaya interkoneksi SMS mengikuti hasil perhitungan biaya interkoneksi tahun 2010, yaitu sebesar Rp 23 per SMS. Sedangkan tarif pungut yang menjadi beban konsumen adalah biaya interkoneksi ditambah beberapa komponen biaya lainnya. Perubahan ini, kata Gatot untuk menciptakan iklim yang sehat bagi industri telekomunikasi, terutama bagi jaringan yang digunakan untuk menyalurkan trafik SMS. Kebijakan ini diharapkan bisa mendorong pertumbuhan investasi dan pembangunan infrastruktur jaringan baru. Menurut Gatot kebijakan ini tidak menutup kompetisi bagi operator untuk memberikan layanan SMS dengan tarif murah. Namun, persaingan tersebut harus tetap berbasis biaya. Sebenarnya, pada April 2010 pemerintah telah melaranga layanan SMS gratis. Namun larangan tersebut tidak efektif karena dasar hukum yang dinilai lemah. Sekarang, tidak ada pilihan bagi operator. »Target waktu implementasi tidak dapat ditawar lagi,” kata Gatot. Sejak Desember 2011 lalu, pemerintah telah telah mengkaji berbagai komponen untuk berjalannya kebijakan SMS berbasis biaya ini, baik itu persiapan modifikasi storage, server, sistem billing , pengalokasikan dana untuk belanja modal (capex), dan sistem interkoneksi masing-masing operator.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih anda telah memberi komentar